About

Senin, 06 Februari 2012

Keadaan dan Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia

Program kesehatan gigi dan mulut telah dilaksanakan sejak Pelita I sampai dengan Pelita VI. Diharapkan pada tahun 2000, setiap orang baik di perkotaan maupun di perdesaan memperoleh pemeliharaan kesehatan yang memadai sehingga mereka dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dengan demikian, berarti masyarakat harus mampu memelihara dan meningkatkan kemandirian di bidang kesehatan. Hal ini berbeda dengan keadaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut walaupun telah telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut, angka kesakitan penyakit gigi dan mulut cenderung terus meningkat. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKIRT) pada tahun 1995, penyakit gigi dan mulut yang ditemukan di masyarakat masih berkisar penyakit yang menyerang jaringan keras gigi (karies) dan penyakit periodontal, yang menyatakan bahwa 63% penduduk Indonesia menderita kerusakan gigi aktif (kerusakan pada gigi yang belum ditangani). Pengalaman karies perorangan rata-rata (DMF-T = Decay Missing Filling-Teeth) berkisar antara 6,44 dan 7,8 yang berarti telah melebihi indeks DMF-T yang telah ditetapkan oleh WHO ( World Health Organization), yaitu 3. Adapun untuk prevalensi penyakit periodontal menunjukan 42,8%. Masalah tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini sangat dipengahui oleh beberapa faktor antara lain faktor perilaku masyarakat. Berdasarkan SKRT 1995 dan Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 1998 dinyatakan bahwa masyarakat belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini terlihat dari 22,8% penduduk Indonesia tidak menyikat gigi dan dari 77,2% yang menyikat gigi hanya 8,1% yang menyikat gigi tepat waktu. Kesadaran masyarakat untuk datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan masih rendah. Hal ini terlihat dari 87% masyarakat yang mengeluh sakit gigi tidak berobat, 12,3% masyarakat yang mengeluh sakit gigi datang berobat ke fasilitas kesehatan gigi sudah dalam keadaan terlambat sehingga dari rata-rata 6,4% gigi yang rusak 4,4% gigi sudah dicabut, dan 0,7% mencari pengobatan tradisional. Pemilihan pola makan yang salah dan pengaruh gaya hidup modern yang menyebabkan perubahan komsumsi pole makanan dari makanan berserat menjadi makanan tidak berserat diperkirakan depot mempengaruhi pertumbuhan rahang, sehingga mengakibatkan gigi tetap akan tumbuh berjejal. Dan hasil penelitian ada beberapa tempat yang kadar fluornya nol seperti di Kalimantan, Sulawesi, Jambi sehingga prevalensi kariesnya tinggi. Untuk mengatasi masalah di atas, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah melakukan berbagai upaya pendekatan pelayanan kesehatan, yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang terpadu dan berkesinambungan. Melalui strategi pembangunan berwawasan kesehatan dengan visi menuju Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan memiliki visi sebagai berikut: a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan. b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat, beserta lingkungannya. c. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. d. Mendorong kemandirian masyarakat untuk sehat.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More